OTT KPK: Wakil Menteri Ketenagakerjaan dan 10 Orang Lainnya Jadi Tersangka Dugaan Pemerasan Sertifikasi K3

Jakarta– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait penerbitan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Salah satu tersangka adalah Wakil Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Immanuel Ebenezer Gerungan (Noel).
Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers pada Kamis (21/8/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, mengungkap bahwa operasi tangkap tangan (OTT) ini bermula dari pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK.
Pada 20–21 Agustus 2025, tim KPK bergerak secara paralel di beberapa lokasi di Jakarta dan mengamankan 14 orang. Salah satu yang pertama diamankan adalah Irvian Bobby Mahendro (IBM), Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 periode 2022–2025, saat tengah menerima uang dari sebuah perusahaan jasa.
Dari pengembangan pemeriksaan, KPK menemukan keterlibatan Immanuel Ebenezer serta sejumlah pihak lainnya dalam alur dugaan pemerasan tersebut. Total, 11 dari 14 orang yang ditangkap ditetapkan sebagai tersangka.
“Dalam OTT ini, KPK mengamankan sejumlah barang bukti antara lain: 15 unit mobil, 7 sepeda motor, Uang tunai Rp170 juta dan USD 2.201,” kata Setyo
KPK menduga praktik pemerasan ini telah berlangsung sejak 2019 hingga 2024, dengan aliran uang yang mencapai total Rp81 miliar. Uang tersebut diduga mengalir ke sejumlah pejabat di kementerian dan pihak swasta.
Sertifikasi K3 wajib dimiliki oleh tenaga kerja di bidang tertentu sebagai syarat bekerja di lingkungan yang mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja. Tarif resmi sertifikat K3 hanya Rp275 ribu, namun berdasarkan temuan KPK, para pekerja dan buruh dipaksa membayar hingga Rp6 juta untuk mendapatkannya.
“Modus yang digunakan dalam pemerasan ini antara lain: memperlambat proses permohonan, memersulit pemenuhan dokumen dan tidak memproses permohonan jika tidak ada “setoran tambahan”, jelasnya.
Jumlah pungutan ini jelas sangat memberatkan buruh, karena setara atau bahkan melebihi dua kali lipat dari UMR (Upah Minimum Regional) di banyak wilayah.
Indonesia saat ini berada dalam masa bonus demografi, di mana 54 persen dari total penduduk merupakan usia produktif. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tenaga kerja selama lima tahun terakhir rata-rata mencapai 157,39 juta orang per tahun. Pada 2025, tercatat ada 145,77 juta pekerja aktif.
“Dengan besarnya jumlah pekerja ini, penting bagi pemerintah dan kementerian terkait untuk menjamin pelayanan publik yang bersih, transparan, dan berpihak kepada masyarakat. Kasus ini menunjukkan pentingnya penataan ulang sistem pengurusan sertifikasi agar bebas dari korupsi dan pungutan liar,” pungkasnya. (Net/Rn)
BACA JUGA