Foto Kepala BKAD Paser, Nur Asni, saat memberikan keterangan terkait belum pastinya alokasi Dana Transfer ke Daerah (TKD) untuk tahun anggaran 2026. Hingga akhir Agustus, PMK belum juga diterbitkan oleh pemerintah pusat. (ARN).
PASER, KITAANALISA, com — Hingga akhir Agustus 2025, kepastian mengenai Dana Transfer ke Daerah (TKD) yang akan diterima Kabupaten Paser pada tahun anggaran 2026 masih belum jelas. Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Paser menyatakan belum bisa menyampaikan estimasi anggaran karena Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi acuan utama belum juga diterbitkan oleh pemerintah pusat.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BKAD Paser, Nur Asni, saat ditemui dalam kegiatan peresmian Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Kecamatan Batu Sopang, Sabtu (30/8/2025). Ia menuturkan bahwa tanpa kejelasan regulasi tersebut, daerah tidak dapat menghitung besaran dana yang akan ditransfer dari pusat.
“Kami belum menerima informasi mengenai angka pasti TKD. Tanpa itu, kami tidak bisa menyampaikan berapa nilai anggaran yang akan diterima,” ujar Nur Asni.
BKAD Paser mewaspadai kemungkinan terjadinya pemangkasan TKD, sebagaimana dialami oleh sejumlah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, yang dikabarkan mengalami pemotongan hingga 50 persen. Jika skenario serupa terjadi di Kabupaten Paser, maka akan berdampak langsung pada kekuatan fiskal daerah.
“Itu artinya, total APBD Kabupaten Paser bisa saja berkurang dari yang selama ini diproyeksikan,” kata Asni.
Pada tahun sebelumnya, Kabupaten Paser menerima TKD sebesar Rp3 triliun. Jumlah tersebut menopang sebagian besar belanja daerah, termasuk program-program strategis pembangunan dan pelayanan publik. Ketidakpastian nilai transfer untuk tahun 2026 membuat penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) menjadi terhambat.
BKAD Paser saat ini masih menunggu keputusan resmi dari Kementerian Keuangan. Setelah penetapan APBN 2026, pemerintah pusat akan menetapkan rincian transfer ke masing-masing daerah melalui PMK. Di sinilah titik krusial penentuan fiskal daerah, termasuk kemungkinan terjadi pengurangan, stagnasi, atau penambahan nilai.
“Kami belum bisa menyampaikan estimasi apa pun sebelum PMK terbit,” tegas Nur Asni.
Kondisi ini memperlihatkan betapa ketergantungan fiskal terhadap pusat masih tinggi. Dalam situasi ini, perencanaan berbasis asumsi yang hati-hati dan fleksibel menjadi penting agar daerah tidak mengalami tekanan keuangan ketika angka resmi akhirnya diumumkan.